Pada tanggal 4 hingga 8 November 2024, siswa kelas 9 yang terbagi dalam dua gelombang mengadakan kegiatan retret di Rumah Retret St. Fransiskus Asissi Muntilan dengan tema “Aku Dicintai Tuhan.” Kegiatan ini diselenggarakan untuk memperdalam pemahaman spiritual, membangun kedekatan dengan diri sendiri, keluarga, dan Tuhan. Narasumber dalam retret ini adalah Romo Paulus Mariyanto, OMI, yang memberikan wawasan dan bimbingan spiritual kepada para peserta.
Hari Pertama: Menonton Film dan Refleksi
Peserta diajak menonton film animasi yang sangat menarik, “Inside Out.” Film ini menggambarkan perjalanan emosi seorang gadis muda, Riley, dalam menghadapi perubahan besar dalam hidupnya. Setelah menonton, peserta diajak untuk memaknai film tersebut melalui beberapa pertanyaan penuntun.
-
Bagaimana perasaanmu setelah menonton film? Banyak peserta merasa terinspirasi dan tersentuh setelah menonton. Film ini menggambarkan berbagai emosi dengan sangat baik, membuat mereka merenungkan bagaimana emosi mempengaruhi kehidupan sehari-hari.
-
Siapa tokoh yang menarik bagimu? Jelaskan! Beberapa peserta menyebutkan tokoh Joy (Kebahagiaan) sebagai karakter yang paling menarik. Mereka mengagumi sikap positif Joy yang selalu berusaha menciptakan kebahagiaan. Namun, tidak sedikit yang juga merasa terhubung dengan Sadness (Kesedihan), menyadari bahwa kesedihan juga memegang peranan penting dalam hidup.
-
Apa pesan yang dapat kamu peroleh? Pesan utama yang diambil dari film ini adalah pentingnya menerima semua emosi, baik yang positif maupun negatif. Peserta menyadari bahwa setiap emosi memiliki nilai dan makna tersendiri dalam perjalanan hidup mereka. Hal ini mengajarkan mereka bahwa, meskipun kadang merasa hampa atau kesepian, mereka tidak sendirian—Tuhan selalu mencintai dan mendampingi mereka.
Hari Kedua: Mendalami Tema “Aku Dicintai Tuhan”
Hari kedua retret difokuskan untuk lebih mendalami tema “Aku Dicintai Tuhan,” dengan pemahaman yang lebih dalam tentang arti kehidupan dan tujuan kita di dunia ini. Peserta diajak untuk merenungkan beberapa pertanyaan penuntun yang mendalam:
-
Apa arti dari hidup? Peserta diajak untuk berpikir tentang makna kehidupan yang mungkin berbeda bagi setiap orang. Banyak yang setuju bahwa hidup adalah sebuah perjalanan untuk terus belajar, berkembang, dan menciptakan pengalaman yang berarti. Mereka menyadari bahwa setiap momen, baik suka maupun duka, adalah bagian penting dari proses pembelajaran hidup.
-
Apa tujuan hidup? Diskusi ini memicu banyak pemikiran dan refleksi. Sebagian besar peserta percaya bahwa tujuan hidup adalah menemukan kebahagiaan dan berbagi kebahagiaan tersebut dengan orang lain. Ada juga yang berpendapat bahwa tujuan hidup adalah untuk menjalin hubungan yang harmonis dengan Tuhan dan sesama, serta untuk membuat dunia menjadi tempat yang lebih baik.
-
Mengapa kita dilahirkan ke dunia? Pertanyaan ini sangat dalam dan penuh makna. Peserta menjawab bahwa kelahiran ke dunia adalah kesempatan dari Tuhan untuk menjalani hidup yang bermakna. Mereka menyadari bahwa setiap individu memiliki panggilan dan peran masing-masing dalam kehidupan, dan penting untuk menjalani hidup dengan niat yang baik, karena setiap hidup yang diciptakan memiliki tujuan dan kehendaknya sendiri.</p.
Diskusi Kelompok dan Ekspresi Kreatif
Peserta diajak untuk mendalami lebih jauh hubungan mereka dengan Tuhan dan memahami diri mereka sendiri. Dalam sesi diskusi kelompok, mereka dibagi menjadi beberapa kelompok kecil dan diberikan beberapa pertanyaan penuntun yang mendorong refleksi pribadi dan dialog berbasis rasa saling menghargai.
-
Siapakah Tuhan bagiku? Pertanyaan ini memicu peserta untuk berbagi sudut pandang mereka tentang spiritualitas dan hubungan personal mereka dengan Tuhan. Banyak yang menggambarkan Tuhan sebagai sosok yang penuh kasih, pelindung, dan sumber inspirasi. Sebagian peserta merasa bahwa Tuhan adalah sahabat sejati yang selalu ada dalam setiap langkah hidup mereka. Namu ada satu jawaban yang luar biasa “Tuhan adalah Rumah bagiku”.
-
Bakat-bakat apa saja yang dianugerahkan Tuhan kepadaku? Diskusi ini sangat konstruktif, di mana peserta berusaha mengenali dan menghargai bakat dan kelebihan masing-masing. Beberapa menyebutkan bakat dalam seni, olahraga, atau akademik, sementara yang lain berbagi tentang kemampuan mendengarkan dan memberi dukungan kepada teman. Penyadaran ini membantu mereka memahami bahwa setiap bakat adalah anugerah yang memiliki tujuan dalam konteks hidup mereka.
-
Apa saja yang menjadi kelemahan dan kekuatanku? Dalam sesi ini, peserta diajak untuk jujur dan terbuka tentang diri mereka. Banyak yang menyadari bahwa kelemahan adalah bagian dari proses pertumbuhan dan bukan sesuatu yang harus disembunyikan. Selain itu, mereka juga saling memberi semangat untuk mengembangkan kekuatan yang dimiliki, serta fokus pada cara bagaimana bisa saling melengkapi satu sama lain.
Sebagai bagian dari kegiatan hari ini, peserta diminta untuk mengekspresikan pemahaman mereka tentang cinta Tuhan dalam hidup mereka melalui seni. Mereka diarahkan untuk membuat gambar atau lukisan yang melukiskan cinta Tuhan dalam kehidupan sehari-hari. Kegiatan ini mengizinkan mereka untuk berkreasi dan mengekspresikan perasaan secara visual. Hasil karya seni ini tidak hanya menunjukkan kreativitas mereka, tetapi juga mengungkapkan kedalaman pemikiran dan rasa syukur mereka terhadap berbagai aspek kehadiran Tuhan dalam hidup mereka. Di akhir sesi, setiap kelompok dipersilakan untuk mempresentasikan karya mereka dan menjelaskan makna di balik gambar tersebut.
Malam Rekonsiliasi: Menghargai Cinta Orang Tua
Peserta retret diajak untuk menjalani malam rekonsiliasi yang sangat emosional. Kegiatan ini merupakan kesempatan berharga bagi siswa untuk merenungkan betapa besar cinta dan pengorbanan yang telah diberikan orang tua kepada mereka. Dalam suasana tenang, mereka diminta untuk membuka hati dan pikiran, terlepas dari segala kesalahpahaman atau konflik yang mungkin pernah terjadi dengan orang tua. Malam tersebut peserta diajak mengingat wajah orang tua masing-masing, dilanjutkan pembacaan surat mewakili isi hati orang ibu dan ayah, yang penuh dengan ungkapan kasih, harapan, dan doa untuk anak-anak mereka. Setiap kata dalam surat tersebut menggambarkan cinta yang tulus dan pengorbanan tanpa batas dari orang tua. Saat mendengarkan surat tersebut, banyak peserta yang tidak dapat menahan air mata. Kenangan dan perasaan tentang betapa seringnya mereka mungkin bersikap kurang sopan atau mengabaikan perasaan orang tua terbayang di benak mereka.
Momen ini menjadi sangat tersentuh dan hampir semua siswa menangis, merasakan kehangatan cinta dan pengertian yang ada di dalam surat tersebut. Mereka mulai menyadari bahwa cinta orang tua adalah sesuatu yang sangat berharga dan sering kali diabaikan, serta pentingnya untuk selalu menghargai dan mengungkapkan rasa kasih sayang kepada mereka. Sebagai penutup dari malam rekonsiliasi ini, peserta diminta untuk menulis surat kepada orang tua mereka. Dalam surat tersebut, mereka diajak untuk mengungkapkan segala perasaan yang mungkin sulit mereka sampaikan secara langsung—termasuk rasa terima kasih, maaf, dan ungkapan cinta yang mendalam. Kegiatan ini menjadi sarana bagi siswa untuk menyampaikan perasaan mereka dengan tulus dan berkomitmen untuk menjadi anak yang lebih baik. Malam rekonsiliasi ini bukan hanya sebuah kegiatan, tetapi juga sebuah momen transformasi bagi banyak peserta. Mereka pulang dengan hati yang lebih ringan dan penuh rasa syukur, bertekad untuk memperbaiki hubungan mereka dengan orang tua serta menghargai cinta yang telah diberikan setiap hari.
Hari Ketiga: Merancang Masa Depan dan Perayaan Ekaristi
Pada hari ketiga retret, peserta diajak untuk merenung dan merancang masa depan mereka dengan menuliskan cita-cita dan impian yang ingin mereka capai. Kegiatan ini merupakan kesempatan berharga bagi setiap siswa untuk memikirkan langkah-langkah yang akan mereka ambil dalam hidup, serta bagaimana mereka bisa memanfaatkan bakat dan potensi yang telah mereka kenali sebelumnya.
Dalam suasana yang inspiratif, peserta diberikan waktu untuk menuliskan cita-cita mereka di atas kertas. Mereka diminta untuk menggambarkan impian tersebut dengan detail, mulai dari profesi yang ingin dikejar hingga dampak positif yang ingin mereka berikan kepada masyarakat dan lingkungan sekitar. Kegiatan ini tidak hanya membantu mereka untuk menetapkan tujuan, tetapi juga membuat mereka merasa lebih optimis dan termotivasi untuk meraih cita-cita tersebut.
Setelah sesi merancang cita-cita, kegiatan ditutup dengan perayaan Ekaristi/Misa Kudus. Dalam momen suci ini, peserta diajak untuk bersyukur atas semua pengalaman yang telah mereka jalani selama retret. Misa menjadi kesempatan bagi mereka untuk membangun kedekatan spiritual dengan Tuhan dan untuk memohon bimbingan-Nya dalam perjalanan hidup mereka ke depan. (Sr.)
Share this